Detail Berita

blog post

Oleh : MUHAMMAD RIFYAL FAHMI, S.H.I., M.H. (Guru Fikih MAN Insan Cendekia Aceh Timur)

Indonesia adalah negara dengan keragaman etnis, suku, budaya, bahasa dan agama yang nyaris tiada tandingannya. Termasuk enam agama yang utama dipeluk oleh masyarakat, yaitu: Islam, Kristen  Khatolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu. Selain itu, ada ratusan suku, bahasa regional dan kepercayaan lokal yang berada di Indonesia.

Dengan banyaknya suku bangsa dan bahasa yang dimiliki oleh Indonesia, Indonesia sendiri termasuk ke dalam negara multikultural, sehingga dalam indikator, komitmen kebangsaan ini diperlukan toleransi. Toleransi adalah sikap terhadap penyediaan ruang yang tidak mengganggu hak-hak orang lain untuk percaya, mengekspresikan keyakinannya dan mengekspresikan pendapat, bahkan jika itu berbeda dari apa yang kita yakini. Dengan demikian, toleransi mengacu pada sikap terbuka, sukarela dan penerimaan. Toleransi tidak hanya terkait dengan kepercayaan agama, tetapi juga ditautkan dengan perbedaan ras, jenis kelamin, perbedaan dalam berorientasi segala hal, suku dan budaya.

Masyarakat Indonesia yang jamak dan multikultural terdiri dari berbagai suku, etis, agama, bahasa dan budaya. Sehingga keragaman yang dimiliki dapat menyebabkan perbedaaan-perbedaan potensial sehingga memunculkan gesekan atau konflik, yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam kemasyarakatan. Sebagai negara yang kaya akan keragaman, Indonesia harus bisa menerapkan sikap moderasi beragama dalam ruang lingkup masyarakat yang bertujuan sebagai indikator penguat dalam membangun kebudayaan dan karakter diri manusia.

Moderasi beragama merupakan bagian dari strategi bangsa ini dalam merawat Indonesia. Jadi, ketika kata “moderasi” disandingkan dengan kata “beragama”, menjadi “moderasi beragama”, maka istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstriman dalam praktik beragama. Gabungan kedua kata itu merujuk kepada sikap dan upaya yang menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrim (radikalisme) dan selalu mencari jalan tengah yang menyatukan dan mempersamakan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa Indonesia. (Tapingku Joni, 2021).

Sebagai bangsa yang  sangat beragam, sejak awal para pendiri bangsa sudah berhasil mewariskan satu bentuk kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara, yakni Negara Kesatuan Republik Indoneisa, yang telah nyata berhasil menyatukan semua kelompok agama, etnis, bahasa, dan budaya. Berkenaan dengan moderasi keagamaan ini diperlukan untuk menciptakan keseimbangan dalam kehidupan beragama. Moderasi keagamaan tidak lepas dari kata toleransi atau rasa persaudaraan.

Dalam konteks toleransi ini, toleransi dapat diformulasikan sebagai sikap pembukaan untuk mendengar sudut pandang yag berbeda, melalui pandangan dan menerima pandangan dalam batas-batas tertentu, tetapi tidak merusak kepercayaan agama masing-masing. Toleransi adalah salah satu indikator paling penting untuk menciptakan keharmonisan agama, yaitu suatu kondisi kehidupan agama yang berinteraksi secara harmonis, toleran, perdamaian, saling menghormati perbedaan agama dan kebebasan ibadah masing-masing. (Amin, 2020 : 5).

Fenomena moderasi bukan hanya sekedar kepentingan dan tanggung jawab individu, melainkan juga kepentigan dan tanggung jawab setiap kelompok, masyarakat dan negara. Keberagaman yang ada di Indonesia banyak melahirkan pengetahuan yang bersifat komprehensif. Sehingga perlu adanya sikap moderat dari berbagai komponen masyarakat dalam menjalankan kehidupan sosial yang harmonis. Sebagai manusia yang memiliki jiwa sosial berperan aktif untuk saling melengkapi keberagaman menjadi suatu kesatuan yang utuh. Layakya semboyan pancasila yaitu  bhineka tunggal ika, walaupun berbeda tetapi tetap satu.

Sikap moderat dan moderasi adalah suatu sikap dewasa yang baik dan sangat diperlukan. Radikalisasi dan radikalisme, kekerasan dan kejahatan, termasuk ujaran kebencian atau caci maki dan hoaks, terutama atas nama agama, merupakan sifat yang kekanak-kanakan, jahat, memecah belah, merusak kehidupan, patologis, yang merupakan sifat yang tidak baik dan tidak perlu untuk dicontoh.

Dihadapkan dengan keragaman karakteristik dari masyarakat yang sangat multikultural, tentunya moderasi sangat diperlukan, bentuk moderasi ini mungkin berbeda antara tempat dengan lokasi lain. Sikap moderasi dalam bentuk pengakuan keberadaan pihak lain, kepemilikan sikap toleran, menghormati perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendak melalui kekerasan.

Gagasan multibudaya untuk rakyat Indonesia adalah kebutuhan penting untuk membangun harmoni nasional. Moderasi beragama harus dibudidayakan melalui kebangsaan, pembacaan dan dialog nasional,  yang merumuskan pada sikap bangsa Indonesia. Pemerintah, melalui Kementerian Agama, dan penyuluhan agama ekstensi keagamaan dapat menjadi kekuatan pendorong pergerakan moderasi keagamaan ini.

Dalam masyarakat Indonesia, yang merupakan multibudaya dan multikultural, sikap beragama eksklutif yang hanya mengakui kebenaran dan keamanan sepihak, tentu saja dapat menyebabkan gesekan antara kelompok-kelompok agama untuk mendukung orang-orang yang tidak didasarkan pada sikap toleran.  Karena semua orang ingin menang sehingga memicu konflik.

Namun dalam hal menyikapi keberagaman harus di sikapi secara obyektif dan universal. Sehingga tidak ada perbedaan yang nampak jelas saling berlawanan. Dengan mengimplementasikan moderasi beragama selaras dengan nilai pancasila merupakan salah satu usaha untuk mewujudkan kerukunan, ketentraman, keharmonisan dan kedamaian dalam menjalani kehidupan bernegara menjadi suatu bingkai yang dihiasi oleh keindahan keberagaman.

Oleh karena itu pemahaman tentang moderasi beragama harus dipahami secara konstektual bukan secara tekstual, artinya bahwa dalam moderasi beragama di Indonesia bukan Indonesia yang dimoderatkan, tetapi cara pemahaman dalam beragama yang harus moderat karena Indonesia memiliki banyaknya kultur, budaya dan adat-istiadat.

Inti dari mencetuskan sikap moderasi beragama dan pancasila sebagai perekat bangsa Indonesia yang multikultural adalah mengambil sikap adil berimbang dengan memandang. Sesuai ilmu pengetahuan yang mendasar serta menanamkan sikap komitmen dan sikap kearifan lokal terhadap perbedaan agar meminimalisirkan perselisihan atara umat beragama.

Dengan adanya kemajemukan di Indonesia berarti membutuhkan suatu landasan yang bisa menyatukan berbagai keragaman. Yaitu dengan memadukan pemahaman agama dan pancasila dalam kehidupan sehari-hari mengamodasikan kepada pemeluk agama dengan memberikan jaminan dan perlindungan dari negara untuk menjalankan perintah agama sesuai dengan keyakinan.

Sebagai dasar dan fondasi negara Indonesia, pancasila menjadi sumber segala dan peraturan ketatanegaraan Indonesia. Pancasila menjiwai seluruh peraturan yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan bangsa. Sedangkan agama menjadi sumber segala petunjuk kehidupan yang menjiwai setiap pemeluknya untuk hidup rukun bernegara membangun relasi yang baik kepada setiap bangsa.  

Reffernce;

Fahrudin. (2019). Pentingnya Moderasi Beragama bagi Penyuluh Agama. Republika. Kementrian Agama RI. (2015). Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agama Puslitbang Kehidupan Keagamaan. Jakarta.

Mas’ud, A. (2018). Strategi Moderasi Antarumat Beragama. jakarta: Kompas.

Sitti Jamilah Amin, (2020). Indahnya moderasi beragama. Sulawesi selatan : IAIN Parepare Nusantara Press.

Tapingku Joni, (2021). OPINI : moderasi beragama sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Diakses pada oktober 1, 2022. Dari laman https://www.iainpare.ac.id/moderasi-beragama-sebagai-perekat/

Nugraha. (2008). Wawasan Multikultural. Bandung: BDK Bandung.