Detail Berita

blog post

“Gantungkan cita-citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang” – Dr. Ir. H. Soekarno (1901-1970)

 

Sepasang tanda kutip berisi penyeruan lantang tentang seberapa besar dan jauhnya mimpi, tak akan membuat sang pengejar jatuh ke tanah. Tentu saja bermimpi yang dimaksud presiden pertama Indonesia bukanlah bunga tidur atau khayalan! Mimpi yang disertai dengan karakter tekad, pantang menyerah, rajin berusaha dan berdoa menjadi makna dalam kata tersebut. Lalu, tahukah kamu apa ‘mimpi’ Bung Karno kala itu ? Ya, kemerdekaan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kemerdekaan berarti hak suatu bangsa untuk berdiri sendiri (melakukan apapun) karena telah bebas, lepas dan tidak terjajah. Dengan demikian, cita-cita atau mimpi Presiden Soekarno adalah membebaskan tali yang membelenggu, menyiksa dan mengeksploitasi Indonesia menjadi berdiri sendiri dan bebas terhadap ancaman penjajahan dan sejenisnya. Bukan hanya Sang Bapak Proklamator, bersama dengan rakyat Indonesia yang kelak mengorbankan darah, moral dan hartanya demi kemerdekaan, mereka menyatukan visi dan misi demi Indonesia merdeka.

Jutaan masyarakat dan darah para pahlawan telah menghujani bumi Indonesia. Kekejaman para penjajah yang tidak punya rasa kemanusiaan dan melakukan apapun yang mereka inginkan membuat gejolak kemarahan di hati masyarakat menjadi membesar. Layaknya luka tembak yang tidak akan sembuh jika diberi handsaplast, mereka butuh lebih dari ucapan manis para penjarah tentang kemerdekaan yang dijanjikan. Pertempuran, pembakaran, pengepungan, pengoperasian serta perjuangan melalui diplomasi pun telah dilakukan. Perlahan-lahan Indonesia semakin kuat dan yakin, apalagi sejak peristiwa menyerahnya Jepang ke tangan sekutu, memberikan secercah harapan dan kesempatan untuk mengumumkan kemerdekaan.

Hingga akhirnya, tepat pada hari Jum’at 17 Agustus di Jalan Pegangsaan Timur 56 – Jakarta Pusat pukul 11.30 waktu Nippon, teks proklamasi dibacakan.

  

 

Rakyat Indonesia berteriak merdeka, MERDEKA! Para wanita menangis, memeluk anaknya mengucapkan syukur berkali-kali. Dinding-dinding dicoreti oleh kata-kata kemerdekaan, meski saat itu mereka tau perjuangan masih tetap dibutuhkan. Bahkan pada masa ini dan masa yang akan datang.

Dirgahayu, Indonesia ku ke-75. Tanggal teks proklamasi telah diperingati sebagai hari kemerdekaan Indonesia. Bertahun-tahun dirayakan oleh berbagai kalangan dalam bentuk perlombaan yang menjunjung kreatifitas dan makna tersendiri oleh masyarakat. Bahkan negara lain pun tak jarang mengucapkan selamat atas hari kemerdekaan negara kita. Tidak ada lagi penjajah yang datang menyerbu negara kita membawa senjata, melempar bom dan membunuh rakyat dengan sesuka hati. Lalu, apakah impian Bung Karno telah tercapai ?

Bung Karno pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Pesan itu mengisyaratkan bahwa kemungkinan terjadinya perpecahan antar rakyat bisa terjadi bahkan akan lebih sulit dibanding mengusir penjajah. Dan benar saja, ketidakadilan dan diskriminasi menjadi faktor terbesar sehingga Indonesia beberapa kali harus melawan dirinya sendiri. Ego dan visi yang tidak sejalan pada akhirnya memecah perang antarsaudara.  Cita-cita Indonesia merdeka dan bangkit dari keterpurukan berjalan mengenaskan. Pada akhirnya, kita masih harus berjuang bercucur keringat sehingga impian Bung Karno –pun impian kita semua- terwujudkan. Yaitu, negara yang damai.

Dirgahayu, Indonesiaku ke 75. Negara yang sangat dicintai, sang pusaka merah putih telah berkibar. Terhembus angin lalu-lalai, kini tanpa secercak darah. Tanpa orang-orang yang berusaha memanjat, mengoyak sang dwiwarma. Senandung Indonesia Raya ternyanyikan begitu indah seantero negeri. Makna 17/08 bukan hanya sekedar upacara atau perlombaan belaka, ialah pemersatu bangsa, simbol kekuatan, dan bukan akhir perjuangan.

Lalu perjuangan seperti apa yang harus kita lakukan? Sederhana. Menghormati, menghargai dan menjaga persatuan bangsa. Negara hebat bukanlah negara adidaya yang memimpin dunia, negara hebat adalah negara yang memiliki rakyat berani dan cinta tanah air. Namun, bukan berarti kita tidak peduli dengan arus globalisasi dan teknologi. Semua harus seimbang agar negara kita tidak diambil alih oleh penjajah tak kasat mata. Yang perlahan memonopoli perdagangan dan memerintah dikursi pengadilan. Karena itu, penting juga bagi kita untuk semakin membanggakan nama negara di kancah internasional melalui kegiatan-kegiatan bermanfaat.

Begitulah momen hari kemerdekaan. Bahkan ketika hanya diperingati selama sehari, maknanya begitu luas dan pengaruhnya terasa sepanjang zaman.

Dirgahayu, Indonesiaku.

 

Oleh : Meutia May Oryza, siswa Kelas XII MAN Insan Cendekia Aceh Timur (IG: meutiaaoryza)